PENDAHULUAN
Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (untuk selanjutnya disebut ‘PP 11/2017’) semakin menguatkan peran Presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang berwenang menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian PNS pada Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang kewenangannya dapat didelegasikan. Selanjutnya, penegasan peran Presiden dalam pembinaan PNS tersebut diatur dalam Pasal 3 ayat (2) dan (7) PP 11/2017 bahwa sekalipun kewenangan telah didelegasikan, Presiden dapat mencabut jabatan dan menarik kembali pendelegasian kewenangan apabila terdapat pelanggaran prinsip sistem merit yang dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) atau demi meningkatkan efektifitas pemerintahan.[1])
Ketentuan mengenai pemberhentian PNS sebelumnya telah diatur pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (untuk selanjutnya disebut ‘UU ASN’) yang di dalamnya mengatur diantaranya mengenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Pegawai Negeri Sipil dikarenakan:[2])
- melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;
- menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
- dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan berencana.
Pemberhentian PNS mengakibatkan hilangnya/berhentinya hak-hak seorang PNS yang salah satu hak diantaranya adalah gaji.