PEMBERIAN TPP ASN WAJIB MENDAPAT PERSETUJUAN MENTERI DALAM NEGERI

1988
  1. Pendahuluan

Terhitung hinggga akhir tahun 2021 Pandemi Corona Virus Diseases (Covid-19) di Indonesia belum sepenuhnya teratasi. Kebijakan demi kebijakan telah dilahirkan oleh pemerintah demi menjaga kondusifitas kesehatan masyarakat dan juga dampak perekonomian yang ditimbulkan dari penanganan pandemi tersebut.

Pada awal bulan Juni tahun 2020, pemerintah menelurkan satu kebijakan yang disebut tatanan normal baru atau yang dikenal dengan new normal. Pada dasarnya, new normal merupakan masa transisi di mana pemerintah mulai membuka kembali fungsi kehidupan sosial dan ekonomi dengan kebiasaan baru yang berpedoman pada protokol kesehatan Covid-19. Bukan tanpa sebab, salah satu alasan pemerintah menerapkan new normal ialah untuk memperbaiki kembali dampak dari ekonomi selama masa pandemi. Banyak kebijakan-kebijakan pemerintah di masa pandemi Covid-19 yang berubah demi menyesuaikan masa new normal. Namun seiiring berjalannya waktu kebijakan-kebijakan tersebut berdampak pula pada berkurangnya pendapatan asli daerah bagi masing-masing daerah di Indonesia. yang kemudian pada akhirnya berdampak pula pada pemberian Tambahan Penghasilan Pegawai Aparatur Sipil Negara (TPP ASN) di masing-masing daerah di Indonesia.

Sebelumnya, berdasarkan pasal 58 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah menyebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh pesetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun dengan melihat kembali pendapatan daerah yang cenderung menurun tersebut, bukan tanpa alasan Kementerian Dalam Negeri terus melakukan evaluasi dan selektif dalam memberikan persetujuan TPP ASN pada masing-masing daerah, dimana TPP ASN tidak dapat diberikan sebelum mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Akibatnya pemberian TPP ASN tahun 2021 mengalami penundaan pembayaran disejumlah daerah di Indonesia. Hal tersebut terjadi selain menunggu persetujuan menteri juga disebabkan adanya aturan baru dalam penentuan tarif TPP ASN tersebut seperti Pegawai yang melakukan WFH harus menyampaikan hasil kerjanya agar dinilai kinerjanya[1]. Bahkah terdapat pemerintah daerah yang memangkas besaran TPP ASN yang diterima hingga 50 persen[2]. Sekali lagi langkah–langkah tersebut diambil dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah masing-masing.Namun terlepas dari banyaknya permasalahan tersebut, faktor yang sama dan terpenting atas tertundanya pemberian TPP ASN di banyak daerah tersebut adalah belum terbitnya persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri dalam pembayaran TPP ASN tersebut. Oleh karena itu, dalam tulisan ini akan membahas tentang tata cara pemberian persetujuan Menteri Dalam Negeri dan akibat yang ditimbukan apabila pemberian TPP ASN tidak sesuai ketentuan atau tanpa persetujuan tertulis Menteri Dalam Negeri.