Mestinya DAU Untuk Proyek Infrastruktur

3579

Sumber: Kaltim Post, 2 April 2023

KEMENTERIAN Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan pemerintah daerah (pemda) kerap menggunakan dana alokasi umum (DAU)[1] untuk memenuhi keperluan belanja pegawai. Padahal, seharusnya dana tersebut digunakan untuk pembangunan, misalnya proyek infrastruktur

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu Luky Alfirman mencatat ada daerah yang menggunakan DAU untuk belanja pegawai mencapai 64,8 persen dari total porsi dana yang didapat dari pemerintah pusat. “Sebagian besar DAU ini masih digunakan untuk belanja pegawai. Padahal DAU ini bagian yang paling besar dari transfer ke daerah,” ungkapnya.

Sementara rata-rata dominasi belanja pegawai dari total belanja pemda berkisar 32,4 persen. Adapun belanja infrastruktur cuma sepertiganya, yakni sekitar 11,5 persen. Selain belanja pegawai, Luky mengatakan, pemda biasanya menghabiskan APBD untuk belanja modal. Tetapi, pemenuhannya bukan berasal dari pendapatan asli daerah (PAD)[2], melainkan dana alokasi khusus (DAK)[3].

“Ketergantungan daerah terhadap DAK sebagai sumber belanja modal sangat besar. Daerah seolah-olah kalau tidak dapat DAK, khususnya DAK fisik, mereka anggapannya tidak punya anggaran untuk belanja modal,” jelasnya. Dia juga menyoroti pemda yang memiliki banyak program dan kegiatan. Tercatat, ada 29.263 program dan 263.135 kegiatan di daerah. Padahal, tidak semuanya memberi manfaat langsung kepada masyarakat dan banyak yang tidak fokus. Untuk itu, Luky mengatakan, pemerintah pusat ingin pemda bisa memperbaiki tata kelola belanjanya ke depan. Perbaikan itu dilakukan dengan aturan-aturan yang tertuang di Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).

Berdasarkan UU HKPD, belanja pegawai dibatasi maksimal 30 persen dari APBD. Aturan itu akan dijalankan dengan masa transisi penyesuaian kebijakan selama lima tahun. “Itu tidak termasuk tunjangan guru yang berasal dari transfer ke daerah,” terangnya. Untuk belanja infrastruktur, akan dibatasi minimal 40 persen dari APBD di luar transfer ke daerah bawahan dan desa. Masa transisi penyesuaian kebijakan juga lima tahun ke depan. Di sisi lain, pemerintah pusat berencana mengalihkan belanja infrastruktur di kementerian/lembaga ke pemda. Tujuannya, agar pemda punya peran lebih besar dalam pembangunan di daerahnya sendiri.

“Contohnya belanja kementerian/lembaga yang bisa dialihkan ke daerah adalah belanja pembangunan jalan dan pasar. Nanti kita lihat perkembangannya. Karena tidak bisa semua daerah kami berikan pengalihan kewenangan juga, kami berikan ke daerah yang memang punya pengelolaan yang baik,” jelasnya. Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pelaksanaan desentralisasi fiskal[4] masih menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya, belum optimalnya pemanfaatan dana transfer ke daerah[5] dan dana desa[6] (TKDD) dalam mendorong pembangunan di daerah. Padahal, 70 persen dari APBD dari TKDD.

“Sebagian besar dari TKDD itu, DAU memiliki korelasi yang cenderung positif terhadap belanja pegawai. Jadi makin besar DAU-nya, semakin habis untuk pegawai,” terang Ani –sapaan akrab Sri Mulyani. Di sisi lain, DAK yang nominalnya lebih kecil dari DAU justru memiliki korelasi terhadap belanja modal. Artinya, ungkap dia, belanja modal daerah sangat bergantung pada transfer pusat. “Yang bergantung dari DAK dan bukan DAU. Karena DAU-nya lebih banyak dipakai untuk pegawai,” tutur dia.

Dengan demikian, dia mengatakan, telah terjadi fenomena crowding out, yaitu ketika pemda menggunakan DAK sebagai sumber utama belanja produktif. Padahal, esensi DAK adalah sebagai pelengkap dan penunjang dari dana keseluruhan TKDD maupun APBD. Ani juga menyoroti minimnya kemampuan daerah dalam memperoleh PAD. Dalam tiga tahun terakhir ini, porsi PAD dalam APBD masih berkisar 24,7 persen. Sementara belanja daerah belum terfokus. Hal tersebut terlihat dari jenis program di daerah yang jumlahnya bisa mencapai 29.623 program. Kalau dipecah menjadi kegiatan, jumlahnya bisa menjadi 263.135 kegiatan. “Itu yang disebut diecer-ecer seperti ini. Pokoknya kecil-kecil semuanya dapat, tanpa memikirkan pengeluaran itu, akhirnya bisa menghasilkan output dan outcome,” pungkas Ani. (rom/k16)

Sumber Berita :

  1. Koran Kaltim Post Edisi Minggu 02 April 2023 – Mestinya DAU untuk Proyek Infrastruktur.
  2. https://kaltimpost.jawapos.com/utama/03/04/2023/mestinya-dau-untuk-proyek-infrastruktur, Mestinya DAU untuk Proyek Infrastruktur, 03 April 2023.

 

Catatan :

  1. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 38 Permenkeu No. 139/PMK.07/2019 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Permenkeu No. 211/PMK.07/2022, DAU dijelaskan bahwa Pagu DAU dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap PDN Neto yang ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melakukan penghitungan alokasi DAU menurut Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan menggunakan formula tertentu. Alokasi DAU menurut Provinsi dan Kabupaten/Kota tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.

 

  1. Ketentuan mengenai belanja pegawai daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Hal yang diatur antara lain adalah bahwa daerah wajib mengalokasikan belanja pegawai daerah di luar tunjangan guru yang diadakan melalui TKD (Transfer ke Daerah) paling tinggi 30% dari total belanja APBD. Dalam hal presentase belanja pegawai telah melebihi 30%, daerah harus menyesuaikan porsi belanja pegawai paling lama lima tahun terhitung sejak tanggal undang-undang ini di diundangkan.

 

  1. Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Desentralisasi adalah penyerahan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan Asas Otonomi. Senada dengan desentralisasi tersebut, aspek pembiayaan juga ikut terdesentralisasi. Implikasinya adalah daerah dituntut untuk bisa membiayai secara mandiri biaya pembangunannya. Oleh karena itu, pelimpahan tugas yang diemban oleh Pemda dalam otonomi harus disertakan dengan pelimpahan keuangan.

Salah satu wujud pelaksanaan otonomi daerah dalam aspek pengelolaan keuangan daerah disebut sebagai otonomi fiskal atau desentralisasi fiskal. Dengan kata lain, desentralisasi fiskal sebagai pemberdayaan masyarakat melalui pemberdayaan fiskal pemda.

Atau sederhananya, desentralisasi fiskal adalah penyerahan kewenangan fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Fiskal sendiri berarti terkait urusan pajak atau pendapatan publik. Dengan begitu, desentralisasi fiskal diatur pemerintah daerah dalam kewenangannya mengatur keuangan daerah termasuk pemungutan pajak.

 

[1]   Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan dan layanan publik antar-Daerah. (Pasal 1 angka 71 UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).

[2]    Pendapatan Asli Daerah yang selanjutnya disingkat PAD adalah pendapatan Daerah yang diperoleh dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolban kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka 20 UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).

[3]   Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah bagian dari TKD yang dialokasikan dengan tujuan untuk mendanai program, kegiatan, dan/atau kebijakan tertentu yang menjadi prioritas nasional dan membantu operasionalisasi layanan publik, yang penggunaannya telah ditentukan oleh Pemerintah. (Pasal 1 angka 72 UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).

[4]    Desentralisasi fiskal yaitu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah dengan tujuan untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. (Berdasarkan laman klc2.kemenkeu.go.id perihal Desentralisasi Fiskal dalam Keuangan Publik)

[5]    Transfer ke Daerah yang selanjutnya disingkat TKD adalah dana yang bersumber dari APBN dan merupakan bagian dari belanja negara yang dialokasikan dan disalurkan kepada Daerah untuk dikelola oleh Daerah dalam rangka mendanai penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. (Pasal 1 angka 69 UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).

[6]     Dana desa adalah bagian dari TKD yang diperuntukkan bagi desa dengan tujuan untuk mendukung pendanaan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. (Pasal 1 angka 75 UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah).

Unduh catatan berita selengkapnya disini