satuindonesia.co.id, Paser – Persoalan aset[1]) tanah Pemerintah Daerah Kabupaten Paser sejak lima tahun terakhir telah direkomendasikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan agar dapat diregistrasikan dengan baik dan teratur. Pasalnya, berdasarkan data laporan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Paser pada tahun 2019, terdapat 1.404 bidang aset pemerintah daerah yang belum terdaftar, mengutip info publik. Bahkan, sejak tahun 1970 hingga 2013. Masih banyak aset tanah pemerintah yang belum dimasukkan ke dalam sistem BPN Paser.
Mengutip AntaraKaltim, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menargetkan dari 1000 bidang tanah, separuhnya sudah harus diselesaikan pada tahun 2021. Kendati begitu, kata Abdul Kadir kala itu, saat ini sudah 200 bidang tanah yang telah bersertifikat.
Diketahui, pada tahun 2014 Pemerintah Daerah ada mengganti rugi[2]) tanah untuk jalan dua jalur di desa Janju. Kala itu, di Rukun Tetangga (RT) 06 desa tersebut, setidaknya terdapat 20an warga yang telah menerima uang ganti rugi.
Kepala Bidang (Kabid) Pertanahan, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten (Kab), Paser, Kholiq mengatakan, bahwa persoalan itu (Janju) telah masuk prioritas Pemerintah Daerah di tahun 2024. “Kita telah berkoordinasi dengan Kepala BPN, pelepasan hak yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah telah cukup memenuhi syarat untuk dibuatkan legalitas,” kata Kholiq saat dihubungi, Rabu (3/1/2024).
Sementara itu, Ketua RT 06 Desa Janju, Deniansyah menuturkan, sedikitnya 20an warganya telah menerima ganti rugi dari Pemerintah Daerah pada tahun 2014. “Pembebasan di wilayah saya, ada dua kali. Pertama pada tahun 2014 dan yang kedua pada tahun 2019. Untuk tahun 2014 nilai ganti rugi tanahnya Rp350.000,00 per meter, sedangkan di tahun 2019 sudah naik menjadi Rp500.000,00 per meternya,” ujar Deni.
Ia juga memastikan, bahwa sertifikat warganya kala itu telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah. Namun demikian, disebabkan tak kunjung selesai, warganya menarik kembali sertifikat-sertifikat tersebut. “Sudah, sudah diserahkan, namun karena belum selesai, maka warga saya mengambil kembali sertifikat-sertifikat itu, termasuk saya,” terangnya.
Deni menjelaskan, alasan warganya mengambil sertifikat itu dikarenakan khawatir hilang. Selain itu, tambah Deni, warganya juga membutuhkan sertifikat untuk keperluan lain. Terkait kabar, sertifikat tanah warga tersebut diambil kembali, padahal hak warga itu telah dilepaskan haknya dan berlaku sejak tahun 2014. Persoalan selanjutnya, apakah pelepasan hak[3]) itu masih berlaku, Kholiq mengaku, telah berkoordinasi dengan BPN Paser.
“Jadi itu (pelepasan hak) menjadi dasar kami mendaftarkan ke BPN untuk proses pemecahan atau pemisahan, artinya itu juga (pelepasan hak) menjadi data kami untuk proses pemecahan di BPN. Kalau di BPN masih diterima (pelepasan hak), saat ini kami sedang mengumpulkan data atau dokumen siapa-siapa saja yang sudah dilepaskan di lokasi itu (RT 06 Janju), jadi bahan pendaftaran kami ke BPN,” terangnya.
Lebih lanjut diuraikannya, masalah ini telah dirapatkan dengan BPN Paser untuk segera didaftarkan. “Secara lisan sudah mengakui mereka, ya seperti itu mengakui (dari Kepala BPN) bahwa ada proses peralihan hak. Karena memang sempat ada kita rapatkan masalah ini, jadi untuk segera didaftarkan,” pungkas Kholiq.
Sumber berita:
- https://satuindonesia.co.id/2024/01/05/setelah-sepuluh-tahun-legalitas-tanah-jalan-dua-jalur-janju-paser-prioritas-diselesaikan-di-2024/, Setelah Sepuluh Tahun, Legalitas Tanah Jalan Dua Jalur Janju-Paser Prioritas Diselesaikan di 2024, 05/01/2024
- https://www.paserpena.com/2024/01/06/legalitas-tanah-pemkab-paser-ditarget-bpk-dan-kpk-jalan-dua-jalur-janju-prioritas-di-2024/, Legalitas Tanah Pemkab Paser Ditarget Bpk Dan Kpk Jalan Dua Jalur Janju Prioritas di 2024, 05/01/2024
Catatan:
Menurut Pasal 6 dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), tanah memiliki fungsi sosial yang signifikan. Dalam konteks hukum agraria, fungsi ini mendasari prinsip bahwa tanah harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendukung pembangunan nasional. Fungsi sosial tanah yang diatur oleh UUPA memiliki tujuan utama yakni menciptakan pemanfaatan tanah yang adil, berkelanjutan, dan bermanfaat bagi seluruh warga negara Indonesia.
Dalam konteks ini, sesuai dengan prinsip hak menguasai yang diatur oleh Negara terkait peruntukan, penggunaan, serta penyediaan Bumi, Air, Ruang Angkasa, dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya (BARAK), negara memiliki wewenang untuk melakukan pemutusan hubungan hukum dengan Pihak yang Berhak. Dalam proses tersebut, Pihak yang Berhak memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian yang adil dan proporsional sebagai penggantian atas pemutusan hak tersebut. Lebih lanjut, ketentuan terkait hal ini dapat ditemukan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
[1] Berdasarkan Pasal 1 angka 18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi, dan Pelaporan Barang Milik Daerah, aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial dimasa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
[2] Pasal 1 angka 17 pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak dalam proses pengadaan tanah.
[3] Pasal 1 angka 16 pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelepasan Hak adalah kegiatan pemutusan hubungan hukum dari pihak yang berhak kepada negara melalui BPN RI.