Pembangunan ruang terbuka hijau (RTH)[1] bertajuk Teras Samarinda di Tepian Mahakam molor. Proyek senilai Rp 36,9 miliar tahun anggaran 2023 itu terkendala material.
SAMARINDA – Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Samarinda Desy Damayanti mengatakan, pihaknya telah memberikan perpanjangan waktu pengerjaan proyek tersebut. Perpanjangan ini diperbolehkan sesuai aturan, dengan melakukan penilaian ulang terhadap kemajuan pekerjaan.
“Ini penambahan kedua ya, masing-masing 50 hari. Dan denda pun berjalan,” ucapnya, Jumat (8/3). Dia menjelaskan, keterlambatan ini terjadi karena kendala suplai barang. Banyak bahan yang dikirim dari luar Kalimantan, bahkan luar negeri.
Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Kaltim juga melakukan pemeriksaan dan menghitung progres pekerjaan.
“Kami terus berpesan kepada pelaksana untuk memaksimalkan waktu yang diberikan. Semakin lama mereka bekerja, dendanya semakin banyak. Keterlambatan ini ditanggung mereka. Selama mereka masih berkenan melanjutkan pekerjaan, kami harus tetap beri kesempatan,” tandasnya.
Sementara itu, PPK[2] Proyek Teras Samarinda Ilhamsyah merinci progres terkini proyek tersebut. Menurut dia, progres sudah mencapai sekitar 85 persen. Saat ini semua spot atau item pekerjaan masih dilaksanakan. Di antaranya, pemasangan batu andesit untuk lantai taman dalam area pedestrian, area amphitheater, hingga area UMKM.
“Belum ada yang 100 persen. Semua sambil berjalan,” ujarnya. Dia menjelaskan, seharusnya kontrak pekerjaan ini berakhir 4 Desember 2023. Namun, karena sejumlah kendala, diberikan waktu perpanjangan hingga Februari 2024.
Dari hasil evaluasi beberapa waktu lalu, kontraktor masih siap untuk menyelesaikan proyek. “Salah satu bahan memang harus dikirim dari Cirebon, ini yang memakan waktu. Karena kami mau menyesuaikan spesifikasi sesuai kontrak,” terangnya.
Dia menargetkan proyek ini rampung sebelum Lebaran atau pertengahan April 2024. “Saat ini semua pekerjaan terus diselesaikan,” tutupnya. (kri/k16)
Catatan:
- Berdasarkan ketentuan Pasal 151 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2020 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi (PP 22/2020), pengenaan sanksi administratif antara lain, adalah:
- peringatan tertulis;
- denda administratif; dan
- penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
- Berdasarkan ketentuan Pasal 164 ayat (1) PP 22/2020, Bupati/Wali Kota mengenakan sanksi peringatan tertulis kepada Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa yang tidak memenuhi ketentuan pengesahan atau persetujuan.
- Berdasarkan ketentuan Pasal 164 ayat (2) PP 22/2020, apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kalender sejak pengenaan sanksi peringatan tertulis, Penyedia Jasa dan/atau Pengguna Jasa tidak memenuhi ketentuan pengesahan atau persetujuan maka dikenakan sanksi denda administratif dan penghentian sementara kegiatan layanan Jasa Konstruksi.
- Besaran denda administratif sebesar 1% (satu persen) dari nilai kontrak. Hal ini diatur dalam Pasal 164 ayat (3) PP 22/2020.
[1] Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 15 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 14 Tahun 2022 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau, Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam, dengan mempertimbangkan aspek fungsi ekologis, resapan air, ekonomi, sosial budaya, dan estetika.
[2] Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 10 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021, Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah.