BALIKPAPAN – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana kembali mengubah mekanisme Badan Layanan Umum (BLU)[1] yang akan memungut sekaligus menyalurkan dana kompensasi[2] batu bara[3]. Molornya pembentukan BLU batu bara dipastikan berakhir batal, karena ada opsi skema pungut salur dana kompensasi akan dilakukan oleh badan usaha[4] melalui Mitra Instansi Pengelola (MIP).Berdasarkan laman Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Mitra Instansi Pengelola PNBP[5] merupakan badan yang membantu mengelola PNBP yang menjadi tugas Instansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan di sini dapat berbentuk BUMN[6], BUMD[7], swasta, atau badan lain. Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia, mengatakan baik itu BLU atau MIP[8] sama-sama berfungsi pungut salur dana kompensasi batu bara. Hanya bedanya, BLU dikelola pemerintah, MIP oleh badan usaha.
Rendra menegaskan, pengusaha lebih memilih pembentukan BLU yang dikelola pemerintah ketimbang MIP. Menurut dia, pemerintah sebagai regulator bisa menjamin keadilan dan kesetaraan penerapan skema pungut salur.
“Pemerintah mungkin bisa memaksa semua pelaku usaha[9] mengikuti skema, jadi kita lebih yakin kalau ini di bawah pemerintah. Meskipun terbuka wacana MIP bisa dikelola swasta asosiasi, tapi ini kan duitnya dari pelaku usaha ke pelaku usaha lagi, muter di situ bukan ditumpuk jadi PNBP,” jelasnya seperti dikutip dari kumparan, Sabtu (14/1).
Meski demikian, dia menyebut para pengusaha hanya ingin segera pembentukan badan yang mengelola pungutan eskpor batu bara segera dilakukan, apakah itu akhirnya diubah menjadi MIP maupun tetap berbentuk BLU. “Pada akhirnya, pemerintah sebagai regulator, kita mesti mematuhi. Cuma ini masih dalam taraf penyusunan ini masih dalam taraf penyusunan konsep jadi lebih baik. Kita prefer itu dilaksanakan oleh pemerintah dalam skema BLU,” tegasnya.
Selain itu, Hendra menegaskan kembali usulan pengusaha yang ingin ada perubahan formula harga batu bara acuan (HBA)[10] sebelum mekanisme pungutan ekspor[11] batu bara diterapkan. Adapun para pengusaha telah lama mengeluhkan ketidakseimbangan antara indeks yang mewakilkan harga batu bara Australia, NEX dan GCNC, yang terlampau tinggi dibandingkan indeks harga batu bara Indonesia, yaitu ICI dan Platt’s.
Kebanyakan pembeli batu bara asal Indonesia mengacu kepada indeks ICI. Dengan demikian terjadi disparitas atau jurang yang sangat jauh antara pendapatan dengan kewajiban pembayaran royalty pengusaha batu bara.
“Sebelum lembaganya terbentuk harusnya formula HBA direvisi dulu karena ini sangat mendesak, karena lembaga ini nanti akan menetapkan tarif kompensasi[12]. Sebelum diterapkan, tentu HBA harus dibenerin kalau enggak kita bayarnya jauh lebih tinggi daripada harga jual,” tutur Hendra.
Menurut anggota Komisi VII DPR[13] Yulian Gunhar, perubahan nama itu bukan menjadi masalah esensial, Yang terpenting, bagaimana penerimaan negara dalam bentuk PNBP bisa optimal. “Memang sejak awal DPR minta beda. Entah apa nama entitas khusus hasil rapat RDP[14] dengan Menteri ESDM dan pelaku usaha. Namun apapun namanya, entah gotong royong atau apalah itu, yang terpenting PNBP harus masuk ke negara,” katanya.
Gunhar mendesak perubahan pilihan nama entitas khusus dalam mekanisme pelaksanaan pengutan ekspor batu bara dari sebelumnya berbentuk BLU bisa segera rampung. Apabila pembahasannya berlarut-larut, maka berujung pada kerugian negara. “Kalau masalah perubahan pilihan nama entitas ini terlalu lama. Negara bisa rugi karena penjualan batu bara terus berjalan,” kata legislator PDIP itu.
Menurutnya pelaksanaan pungutan ekspor batubara yang diatur di luar mekanisme BLU sudah tepat. Sebaliknya, dengan pola BLU harus ada setoran untuk dana pendidikan dan kesehatan dan UMKM[15]. Hal itu seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129 Tahun 2020 tentang Pedoman Pengelolaan BLU.
“Sedangkan dengan mekanisme MIP, entitas itu hanya akan menjalankan fungsi tinggal, yakni sebagai Lembaga ‘himpunan salur’. Melalui skema himpunan-salur tersebut, PLN dan industri semen, pupuk, dan industri tertentu hanya wajib membayar batu bara senilai harga jual domestic market obligation atau DMO[16],” terangnya.
Sebelumnya, Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) juga sudah meminta kejelasan pemerintah terkait kebijakan kompensasi dari kewajiban pasok batu bara domestik atau DMO tahun ini. Sebab, rencananya dilakukan lewat instrumen badan pungutan mirip Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) batu bara dinilai mendesak untuk mencegah adanya penyelewengan pemenuhan DMO. Hanya saja, rencana pembentukan badan pungutan batu bara itu belakangan kembali ditinjau ulang oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Otoritas energi dan sumber daya mineral itu menganggap pembentukan badan khusus untuk memberi kompensasi DMO batu bara tidak efisien.
“Kalau memang itu tidak bisa dirilis dengan kondisi yang sekarang nanti akan berulang-ulang karena kebijakan DMO kita juga terasa denda dan lainnya sangat berat,” kata Ketua Umum Aspebindo Anggawira.
Menurutnya, BLU batu bara mendesak untuk segera dibentuk, sebab harga batu bara di pasar internasional dan dalam negeri masih mengalami disparitas yang cukup lebar. Berlarutnya pembentukan BLU berpeluang memunculkan celah adanya penyelewengan dalam pemenuhan DMO.
“Urgensi dari BLU itu kan saling adanya keseimbangan antara harga yang dijual dalam negeri dan luar negeri, subsidinya business to business, kalau dalam konteks sekarang dalam caping itu kan ibaratnya DMO itu boleh dibilang rentan,” kata dia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan mekanisme penerapan BLU batu bara akan diganti. Dia mengaku mekanisme yang dibahas selama ini masih banyak kekurangan sehingga molor dari yang ditargetkan rampung di akhir tahun 2022.
“Memang BLU yang kemarin diusulkan masih ada handicap-nya (kekurangan), kalau ikut mekanisme itu kan masih ada mandatory spending (pengeluaran wajib),” ujarnya, Jumat (6/1). Dia mengungkapkan, mekanisme pungutan dan penyaluran dana kompensasi batu bara untuk pengusaha yang memasok batu bara ke PT PLN (Persero) sebaiknya dilakukan oleh pengusaha sendiri, bukan oleh badan khusus.
“BLU ini konsepnya untuk bisa kontribusi tarik salur, baiknya ini dilakukan oleh para pengusaha sendiri. Tidak usah BLU,” lanjutnya. (ndu/k15)
Sumber berita :
- Koran Kaltim Post Kamis, 16 Januari 2023 Halaman 9 – Menanti Entitas Pungutan Ekspor Batu Bara.
- https://kaltim.prokal.co/read/news/407848-menanti-entitas-pungutan-ekspor-batu-bara, Menanti Entitas Pungutan Ekspor Batu Bara 16/01/2023.
- https://www.myedisi.com/kaltimpost/20230116/511384/menanti-entitas-pungutan-ekspor-batu-bara, Menanti Entitas Pungutan Ekspor Batu Bara 16/01/2023.
Catatan :
- Pemerintah berencana membentuk Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara. Pembentukan BLU ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan kebutuhan batu bara bagi Perusahaan Listrik Negara (PLN). Sesuai dengan fungsinya, BLU ini nantinya harus mengelola layanan umum dengan praktik bisnis yang sehat, tidak mengutamakan mencari keuntungan, serta mengutamakan efisiensi dan efektivitas.
- Konsep BLU ditujukan untuk memenuhi terjaminnya pasokan batu bara untuk kelistrikan dan nonkelistrikan. Rancangan Perpres akan memuat tata cara pemungutan dan penyaluran dana dengan formula yang mempertimbangkan penjualan batubara, baik domestik maupun luar negeri. Saat ini, proses penyiapan rancangan Peraturan Presiden telah sampai pada tahap harmonisasi antar kementerian/lembaga. Diharapkan pembahasan akan selesai sebelum memasuki tahun 2023. Namun, hingga saat ini Perpres yang dirancang terkait Badan Layanan Umum (BLU) Batu Bara kunjung selesai.
[1] Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. (Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan No. 129/PMK.05/2020 tentang Pedoman Pengelolaan BLU sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 202/PMK.05/2022).
[2] Dana kompensasi adalah dana yang pembayarannya dilakukan secara perhitungan antara instansi atau unit kerja. (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Glosarium?search=dana+kompensasi).
[3] Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. (Pasal 1 angka 3 PP No. 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara).
[4] Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Pasal 1 angka 23 UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara).
[5] Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara, berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang menjadi penerimaan pemerintah pusat di luar penerimaan perpajakan dan hibah dan dikelola dalam mekanisme anggaran pendapatan dan belanja negara. (Pasal 1 angka 1 UU No. 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak).
[6] Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. (Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN).
[7] Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. (Pasal 1 angka 1 PP No. 54 Tahun 2017 tentang BUMD).
[8] Mitra lnstansi Pengelola PNBP yang selanjutnya disebut MIP PNBP adalah badan yang membantu Instansi Pengelola PNBP melaksanakan sebagian kegiatan pengelolaan PNBP yang menjadi tugas lnstansi Pengelola PNBP berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (Pasal 1 angka 13 Peraturan Menteri Keuangan
No. 12/PML.02/2022 tentang Pedoman Umum PNBP).
[9] Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan. (Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Perdagangan No. 83 Tahun 2017 tentang Pembinaan terhadap Pelaku Usaha dalam rangka Pengembangan Ekspor).
[10] Harga Batubara Acuan, yang selanjutnya disingkat HBA adalah harga yang diperoleh dari rata-rata indeks harga Batubara pada bulan sebelumnya. (Pasal 1 angka 11 PP No. 15 Tahun 2022 tentang Perlakuan Perpajakan dan/atau Penerimaan Negara Bukan Pajak di Bidang Usaha Pertambangan Batubara).
[11] Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. (Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Perdagangan No. 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 12 Tahun 2022).
[12] Kompensasi adalah ganti rugi yang diberikan oleh negara kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya sesuai dengan kemampuan keuangan negara untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk perawatan kesehatan fisik dan mental. (https://peraturan.bpk.go.id/Home/Glosarium?search=kompensasi)
[13]Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Pasal 1 angka 2 UU No. 17 Tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 13 Tahun 2019).
[14] Rapat dengar pendapat merupakan rapat antara komisi, gabungan komisi, Bapemperda, badan anggaran, atau panitia khusus dan Pemerintah Daerah. (Pasal 89 ayat (14) PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD Provinsi, Kabupaten, dan Kota).
[15] UMKM adalah usaha mikro, kecil, dan menengah yang bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. (Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM).
[16]Domestic Market Obligation yang selanjutnya disingkat DMO adalah kewajiban penyerahan bagian Kontraktor berupa minyak dan/atau gas bumi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. (Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan No. 118/PM.02/2019 tentang Tata Cara Pembayaran Domestic Market Obligation Fee, Over Lifting Kontraktor dan/atau Under Lifting Kontraktor dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi).
Unduh selengkapnya: MENANTI ENTITAS PUNGUTAN EKSPOR BATU BARA