Kejari Kutim Tetapkan 3 Orang Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Solar Cell di Dinas Pendidikan

1275

Sangatta – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kutai Timur (Kutim) akhirnya menetapkan 3 orang sebagai tersangka[1]) dalam kasus dugaan korupsi pengadaan solar cell[2]) di Dinas Pendidikan Kutim, senilai Rp 24 Miliar pada Tahun 2020 lalu.

Ketiga tersangka tersebut yakni, berinisial RL selaku Kasi Sarana Prasarana di Dinas Pendidikan Kabupaten Kutai Timur Tahun pada 2020 lalu, AEH selaku Tenaga Kerja Kontrak Daerah (TK2D), yang diduga merupakan pelaku aktif untuk memanipulasi seluruh pengadaan barang dan jasa, kemudian R, selaku Direktur CV Dua Putra Sangatta, yang diduga turut serta dalam memanipulasi pengadaan solar cell di Dinas Pendidikan Kutim.

Kepala Kejaksaan Negeri Kutim Romlan Robin melalui Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Michael A F Tambunan, mengatakan penetapan  tersangka ini sudah berdasarkan dua alat bukti serta pemeriksaan saksi sebanyak 70 orang. Mulai dari pelaku pengadaan barang dan jasa sampai dengan Direktur CV[3]), keterangan ahli serta hasil perhitungan dari BPKP[4]) Kaltim. “Jadi kita sudah memperoleh perhitungan kerugian negaranya[5]) sebesar kurang lebih Rp16,6 Miliar,” Kata Kasi Pidsus Michael A F Tambunan, kepada media ini saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (16/1/2024).

Dijelaskannya, penetapan ketiga tersangka ini bukanlah yang terakhir, melainkan kasus ini masih akan terus didalami untuk mengungkap pelaku-pelaku yang lain, terkait dugaan korupsi pengadaan solar cell di Dinas Pendidikan Kutim pada Tahun 2020 lalu. “Saat ini kami juga telah menyita satu unit rumah beserta dengan tanahnya di klaster Monaco Bukit Menitarina Samarinda, yang nilainya mencapai kurang lebih Rp 1,1 Miliar. Penyitaan tersebut juga sudah berdasarkan dari Pengadilan Negeri,” Bebernya

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, satu dari tersangka tersebut kini telah dititipkan di tahanan Mapolres Kutim untuk menjalani proses lebih lanjut. Seperti diberitakan sebelumnya,  dalam kasus ini secara keseluruhan, pagu anggarannya sebesar Rp80 miliar, sementara khusus pengadaan  solar cell senilai Rp24 miliar, sisanya untuk pengadaan tempat sampah, tas dan lainnya. Dijelaskannya, dari total anggaran sebesar kurang lebih Rp24 miliar itu, dipecah ke dalam 135 paket pekerjaan, dengan 33 CV yang mengerjakannya. “Kurang lebih modusnya hampir sama dengan kasus di PTSP,” jelasnya. (*)

Sumber berita:

  1. https://kabaretam.com/2024/01/16/tetapkan-tersangka-pendidikan/, Kejari Kutim Tetapkan 3 orang Sebagai Tersangka Kasus Korupsi Solar Cell di Dinas Pendidikan, 16/01/2024
  2. https://bujurnews.com/2024/01/16/kasus-korupsi-pengadaan-solar-cell-kejari-kutai-timur-tetapkan-3-tersangka/, Kasus Korupsi Pengadaan Solar Cell, Kejari Kutai Timur Tetapkan 3 Tersangka, 16/01/2024
  3. https://pusaranmedia.com/read/25924/kasus-solar-cell-kejari-kutim-tetapkan-tiga-tersangka, Kasus Solar Cell, Kejari Kutim Tetapkan Tiga Tersangka, 16/01/2024

Catatan:

  1. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
  2. Berdasarkan Pasal 1 angka 21 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan penangkapan.
  3. Berdasarkan Pasal 20 KUHAP, penyidik berwenang melakukan penahanan atau penahanan lanjutan untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu, atau penuntutan maupun untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
  4. Berdasarkan Pasal 21 KUHAP, seorang tersangka/terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup dapat ditahan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
    1. Syarat subjektif yaitu dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana.
    2. Syarat objektif yaitu yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
      1. tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih.
      2. tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-Undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47, dan Pasal 48 Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambähan Lembaran Negara Nomor 3086).
    3. Penahanan disertai dengan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan dan tembusannya harus diberikan kepada keluarganya.
  5. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menerangkan sebagai berikut:
    1. Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
    2. Pasal 3: Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

[1]     Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana, yakni minimal 2 alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

[2]     Panel surya, sebagai elemen aktif yang mengubah cahaya matahari menjadi energi listrik berdasarkan efek photovoltaic, mengonversi sekitar 30% dari energi radiasi matahari menjadi listrik melalui sel surya yang terdiri dari beberapa sel photovoltaic yang dihubungkan secara seri dan paralel menggunakan bahan semikonduktor seperti silicon. Sumber: Hamidah, T., Setyawan, Y. D., Basyarach, N. A., & Budiono, G. (2019). Pemanfaatan solar cell Sebagai Sumber Daya Pengendali Ekosistem Tambak Udang. SinarFe7. https://journal.fortei7.org/index.php/sinarFe7/article/view/453.

[3]     Pasal 19 KUHD mengartikan persekutuan komanditer atau Commanditaire Vennootschap (CV) sebagai persekutuan yang didirikan oleh dua orang atau lebih, yang mana salah satu pihak bertindak sebagai sekutu komanditer atau sekutu pelepas uang dan sekutu lainnya bertindak sebagai sekutu komplementer untuk melakukan pengurusan terhadap CV. (https://www.hukumonline.com/berita/a/persekutuan-komanditer-lt61eaa31f481e3/)

[4]     Berdasarkan Pasal 2 dan 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) memiliki tugas dan fungsi meliputi perumusan kebijakan pengawasan keuangan negara/daerah dan pembangunan nasional, pelaksanaan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan pengawasan intern terhadap berbagai aspek, seperti penerimaan dan pengeluaran keuangan negara/daerah, pemanfaatan aset negara/daerah, serta program/kebijakan pemerintah yang strategis. Selain itu, BPKP juga melakukan koordinasi, pembinaan kapabilitas, dan dukungan administratif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPKP. Sumber: Tugas dan Fungsi. Situs Resmi BPKP-RI. (2022). https://www.bpkp.go.id/konten/1/Tugas-dan-Fungsi.bpkp

[5]     Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai (Pasal 1 angka 22 Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Pasal 1 angka 15 Undang-Undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan)