Samarinda, Senin (31 Oktober 2011) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) melakukan penandatanganan Nota Kesepahaman dengan 15 pemerintah provinsi/kabupaten/kota se-Provinsi Kalimantan Timur tentang Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Informasi untuk Akses Data dalam Rangka Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Penandatanganan Nota Kesepahaman dilakukan oleh Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Kalimantan Timur, Drs. Sri Haryoso Suliyanto, M.Si., dengan para pimpinan daerah tersebut di Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur. Kegiatan ini disaksikan oleh Ketua BPK RI, Drs. Hadi Poernomo, Ak., Anggota V BPK RI, Drs. Sapto Amal Damandari, Ak., Kepala Direktorat Utama Pembinaan dan Pengembangan Hukum Pemeriksaan Keuangan Negara BPK RI, Nizam Burhanuddin, S.H. M.H., Gubernur Kalimantan Timur, Dr. Awang Farouk Ishak, Wakil Gubernur Kalimantan Timur, Pimpinan DPRD, Forum Komunikasi Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Timur, pimpinan instansi vertikal Provinsi Kalimantan Timur, dan para pejabat di lingkungan BPK RI.
Pada kesempatan yang sama, Ketua BPK RI juga meresmikan Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur, yang berlokasi di Jalan M. Yamin No. 19, Samarinda, Kalimantan Timur. Gedung Kantor BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur memiliki lahan seluas 5.917 meter persegi dan dengan luas bangunan 3.300 meter persegi. Gedung ini terdiri dari tiga lantai dan dilengkapi dengan sarana teknologi informasi yang dipasang untuk mendukung proses pemeriksaan. Selain itu, terdapat fasilitas perpustakaan, ruang arsip, ruang auditorium dan ruang pendukung lainnya.
Dengan menempati gedung baru ini, Ketua BPK RI berharap karyawan BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur dapat bekerja dengan lebih baik dan semakin meningkatkan kinerjanya serta tetap berpegang teguh pada nilai dasar BPK RI yaitu independensi, integritas dan profesionalisme.
Terkait dengan penandatanganan nota kesepahaman, hal ini merupakan langkah strategis dalam rangka mewujudkan sinergi antara BPK RI dengan para pemangku kepentingan, termasuk diantaranya dengan pemerintah daerah. Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, BPK RI mendapat kewenangan meminta data/dokumen kepada pihak yang diperiksa (auditee) dan/atau pihak lain yang terkait. Untuk mempermudah perolehan data/dokumen, BPK RI memprakarsai pembentukan pusat data dengan auditee melalui strategi link and match.
Melalui nota kesepahaman ini, selanjutnya akan dibentuk pusat data BPK RI dengan menggabungkan data elektronik BPK RI (E-BPK) dengan data elektronik auditee (E-Auditee). Melalui pusat data tersebut, BPK RI dapat melakukan perekaman, pengolahan, pemanfaatan, dan monitoring data yang bersumber dari berbagai pihak dalam rangka pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Dengan cara ini, monitoring keuangan negara akan semakin kuat dan pemeriksaan BPK RI akan semakin efisien dan efektif. Konsep seperti ini, disebut dengan BPK Sinergi. Dalam sinergi data tersebut, BPK akan menjalin kerja sama pembentukan pusat data BPK secara elektronik dengan auditee yang selanjutnya disebut dengan nama Sinergi Nasional Sistem Informasi (SNSI).
BPK RI mengharapkan melalui BPK Sinergi tersebut akan memberikan manfaat yaitu: 1) mengurangi KKN secara sistemik; 2) mendukung optimalisasi penerimaan negara; 3) mendukung efisiensi dan efektifitas pengeluaran negara. Apabila insiatif BPK tersebut dapat direalisasikan maka optimalisasi, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara akan lebih cepat terwujud, sehingga diharapkan dapat dipergunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 10 huruf a dan b UU No. 15 Tahun 2004, dan Pasal 9 ayat (1) huruf b UU No. 15 Tahun 2006, BPK RI memiliki kewenangan untuk meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa tanpa nota kesepahaman bersama ini BPK RI tetap berwenang untuk mengakses data pemerintah daerah yang diperlukan dalam rangka pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Nota kesepahaman ini lebih mengatur tata cara akses data terkait pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Melalui nota kesepahaman ini, BPK RI berharap pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dapat lebih optimal sehingga hasilnya dapat dipergunakan untuk mendorong terwujudnya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebelumnya BPK RI telah melakukan penandatanganan nota kesepahaman dengan lembaga negara, lembaga perwakilan, kementerian negara/lembaga, BUMN, dan pemerintah daerah lainnya, termasuk dengan Supreme Audit Institution negara lain (BPK Luar Negeri).
Dengan penandatanganan nota kesepahaman pada hari ini (31/10), BPK RI telah menandatangani 1027 nota kesepahaman dengan rincian seperti tabel di atas, termasuk di antaranya 500 nota kesepahaman tentang pengembangan dan pengelolaan informasi untuk akses data.