BALIKPAPAN, TRIBUN – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) akan menambah anggaran untuk sektor pariwisata dan ekonomi kreatif (Parekraf) Kalimantan Timur (Kaltim), dari sebelumnya 25 persen menjadi 30 persen. Besaran porsi anggaran ini ekuivalen[1] dengan Rp 7,5 triliun dari total Rp 25 triliun anggaran Parekraf Nasional.
Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan hal itu saat menghadiri acara Nemuin Komunitas (Netas) di Balikpapan, Rabu (1/5/2024).
“Khusus untuk Kaltim karena ada Ibu Kota Nusantara (IKN) ini akan lebih dari 25 persen mendekati 30 persen,” ujar Sandiaga. Sandiaga mengungkapkan, dari total anggaran tersebut, tingkat penyerapannya sangat baik.
Hal ini tercermin dari kontribusi Parekraf ke Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional hampir 8 persen. Oleh karena itu, imbuh Sandiaga, Kemenparekraf akan terus berkolaborasi dengan semua pihak untuk menyukseskan IKN dengan menciptakan produk-produk ekonomi kreatif yang bisa membuka peluang kerja dan usaha yang luas.
Termasuk juga membuat program-program latihan dan meningkatkan permodalan agar komunitas-komunitas dan pelaku usaha ekonomi kreatif semakin kuat perannya dalam membangun Balikpapan, IKN, dan Kalimantan Timur.
Karena faktanya, tulang punggung dari pembangunan ekonomi di Kaltim adalah peran komunitas. “Oleh karena itu kita harapkan ini akan terus berkesinambungan,” ucap Sandiaga.
Selain menambah anggaran, Kemenparekraf juga telah menyusun peta jalan atau roadmap pariwisata hijau atau ramah lingkungan (ecotourism).
Pertama, melalui kelembagaan desa wisata yang dinilai Sandiaga paling tepat untuk pengembangan ecotourism, di IKN dan Kaltim secara umum. Kedua, mengoptimalkan peran komunitas-komunitas pecinta lingkungan dengan menawarkan beberapa festival seperti Mathilda Fest. Rencananya, Mathilda Fest ini akan diajukan menjadi bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN) sebagai program tahunan.
Adapun catatan khusus Sandiaga terkait kendala industri pariwisata di Kaltim mencakup kebersihan yang harus dikelola dengan baik melalui pengelolaan sampah terintegrasi dengan memberdayakan komunitas, penggunaan energi baru terbarukan (EBT), dan konservasi mangrove.
“Saya melihat ini bisa menciptakan produk wisata carbon offset, jadi dengan menyediakan paket wisata carbon offset ini yang datang ke IKN, bisa diajak untuk menanam mangrove, merestorasi terumbu karang di Derawan atau Maratua,” tutur Sandiaga. Diharapkan, melalui kegiatan ini emisi karbon yang dihasilkan dari kegiatan pariwisata dan pembangunan, khususnya di IKN bisa direduksi secara optimal. Tak hanya itu, bagi turis atau pengunjung yang datang ke Kaltim akan diberikan insentif melalui tawaran paket wisata budaya.
Terdiri dari konservasi budaya, konservasi biota air seperti pesut, dan pemberdayaan desa-desa wisata. “Ini bisa jadi agenda wisata Nasional sebagai bagian dari green tourism. Dan sektor lain kita harapkan akan mengikuti agar ekonomi Kaltim meningkat tajam. Saat ini kontribusi sektor Parekraf sekitar 5,7-5,8 persen terhadap PDB Kaltim,” tuntas Sandiaga.
Catatan:
- Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/ Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 3 Tahun 2022 tentang Petunjuk Operasional Pengelolaan Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pariwisata Tahun Anggaran 2022 (Permenpar 3/2022), DAK Fisik Bidang Pariwisata adalah DAK Fisik yang digunakan untuk membangun amenitas, dan daya tarik wisata secara terintegrasi di dalam kawasan pariwisata yang menjadi prioritas nasional.
- Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (4) Permenpar 3/2022, pembangunan baru yang mulai dari 0% (nol persen) di titik yang belum pernah dibangun dari sumber pembiayaan anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber pembiayaan lain yang sah.
- DAK Fisik Bidang Pariwisata dapat digunakan paling banyak 5% (lima persen) dari pagu alokasi per daerah untuk mendanai kegiatan penunjang yang berhubungan langsung dengan kegiatan DAK Fisik pada tahun berkenaan. Hal ini diatur dalam Pasal 3 ayat (5) Permenpar 3/2022.
[1] Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan ekuivalen, adalah mempunyai nilai (ukuran, arti, atau efek) yang sama; seharga; sebanding; sepadan: pada umumnya pendapat yang menyatakan kultur dengan kebudayaan dapat diterima.